Ada seorang anak pengidap diabetes yang tinggal di satu desa yang sama dengan Gandhi. Anak itu sangat suka gula dan memutuskan bahwa dia tidak mau berhenti mengkonsumsinya. Diabetesnya sudah begitu mengganggu sampai menyebabkan bisul besar bernanah yg banyak di sekujur tubuhnya. Orang tuanya sudah mencoba segala cara untuk menghentikan anaknya mengkonsumsi gula, tapi tidak kunjung berhasil. Setelah lama, mereka memutuskan untuk meminta pertolongan Gandhi agar ia berbicara pada anak mereka agar ia mau menghentikan konsumsi gula. Ketika bertemu dan diceritakan kasusnya, Gandhi mengatakan: berikan saya 15 hari, nanti kembalilah kemari. saya akan bicara kepada anakmu. Setelah 15 hari berlalu, orang tua tersebut kembali dengan anaknya. Gandhi, sesuai dengan perjanjian semula, mengajak anak itu bicara beberapa menit dan setelah kembali ke orang tuanya anak itu berjanji bahwa dia tidak akan mengkonsumsi gula lagi. Orang tuanya sangat heran bagaimana Gandhi bisa merubah anaknya dan mengapa dibutuhkan 15 hari? Apa ada doa atau racikan yang ia harus persiapkan terlebih dulu? Ia menjawab: tidak ada. 15 hari yang lalu ketika Anda datang dan meminta untuk berbicara kepada anak Anda agar menghentikan mengkonsumsi gula, saya masih mengkonsumsi nya juga. Saya perlu 15 hari untuk menghentikan gula agar saya bisa mengatakan padanya bahwa hal tersebut bisa dilakukan dalam 15 hari. Tidak mungkin saya menasehatinya utk melakukan sesuatu yang bahkan tidak bisa saya lakukan. Sekarang karena saya mencontohkannya lebih dahulu, dia jadi tahu kalau dia pun bisa, demi kebaikan dirinya.
Ketika sy membaca kisah diatas, sy jd merenung. Kita sering sekali mengharapkan anak bisa melakukan banyak hal yang kita ingin mereka lakukan padahal belum tentu kita bisa, misalnya berkata baik atau diam, selalu melakukan pekerjaan yang bermanfaat, patuh kepada Allah dalam segala hal, jangan bosan menuntut ilmu, mampu mengelola emosi dg baik, tidak menunda2 pekerjaan atau bahkan yang sangat populer adalah menghafal Quran. Ribuan, jika tdk jutaan, orang tua mengirim anaknya ke sekolah hafal Quran ketika ia aja sendiri saja belum tentu hafal sebanyak yang ia harapkan anaknya hafal, atau dikirim ke pesantren agar memiliki ilmu agama yang lebih baik dari orang tuanya. Jangan lgs emosi , TIDAK ADA YANG SALAH dengan harapan dan pengiriman ke pesantren, tapi kenapa anak harus LEBIH baik daripada orang tuanya? Kenapa tidak SAMA baiknya? Kalau kita mau MENDAPATKAN mahkota kelak sehingga kita mendorongnya dengan segala rupa agar ia menghafal Quran, kenapa kita tidak menjadi PEMBERI mahkota ke orang tua kita? Tidak kah mereka juga mau mahkota tersebut? kenapa kita mengharapkan anak kita MENYERET kita ke surga? Kenapa kita enggak jadi PENYERETNYA ? Kenapa kita jadi penikmat? bukan pelaku?
Gandhi tampaknya mengambil ilmu dari Alquran karena kalimat tersebut sudah tertulis dalam al-quran hampir 1500 tahun yang lalu. Bukankah rasulullah jg mencontohkan bgitu? Beliau bersuara Alquran dan menyatakan nya dalam laku? Tidak ada salahnya membuat orang menjadi lbh baik lagi, tapi Islam juga ingin agar kita menjadi seperti yg kita nasihati.
"Hai org2 yg beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan". (Q.S Ash-shaff 2-3)
May your life preach more loudly than your lips.
Walk the talk, #sarrarisman
Comments